Example 728x250
BeritaDaerahDPRDDPRD BoalemoHukumPemda BoalemoPeristiwa

Surat Terbuka Untuk Kejaksaan Negeri Boalemo “KEADILAN BUTUH NYALI”

23
×

Surat Terbuka Untuk Kejaksaan Negeri Boalemo “KEADILAN BUTUH NYALI”

Sebarkan artikel ini
Example 728x250

Oleh: Nanang Syawal, penulis dan Warga Kabupaten Boalemo

“Dihadapan langit, jabatan tak berarti. Hanya keberanian dan ketulusan hati yang akan diperhitungkan di akhir nanti.”

Keadilan bukan milik negara. Ia adalah milik hati nurani setiap insan yang masih percaya bahwa kebenaran layak diperjuangkan, meski harus berjalan sendiri.

Dan hukum, ia tak hidup dari kitab-kitab tebal atau palu sidang yang menggelegar. Ia hidup dalam keberanian manusia—manusia yang memilih untuk tegak saat yang lain memilih tunduk.

Saya percaya, di balik rutinitas perkara, masih menyala seberkas cahaya di hati para jaksa. Bukan karena jabatan, bukan karena popularitas, tapi karena sumpah yang pernah diucapkan—di hadapan Tuhan, di hadapan rakyat, dan di hadapan hati sendiri.

Hari ini saya menulis dengan satu keyakinan: Kejaksaan Negeri Boalemo tidak kehilangan nurani. Justru karena nurani itu masih ada, surat ini saya kirimkan sebagai pengingat: bahwa nyali kalian hari ini, adalah harapan kami semua.

Saya, Nanang Syawal, warga Kabupaten Boalemo, menyampaikan suara yang tidak keras, tapi tulus. Saya tahu suara ini mungkin tak sampai ke ruang sidang, tapi saya berharap ia sampai ke ruang batin.

Kasus perjalanan dinas fiktif DPRD Boalemo bukan sekadar dugaan korupsi. Ia adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan. BPK RI secara resmi mencatat: ada uang negara yang dikeluarkan, namun perjalanan itu tidak pernah terjadi. Pertanggungjawabannya dibuat, tetapi kenyataannya kosong. Kosong dari kegiatan, kosong dari moralitas.

Yang membuatnya lebih menyakitkan adalah ini:
Dari 25 anggota DPRD periode 2019–2024, 12 orang terpilih kembali, dan 2 lainnya naik jabatan menjadi Wakil Bupati dan Anggota DPRD Provinsi.
Yang diduga menyalahgunakan uang rakyat—naik pangkat.
Sementara hukum masih diam, seolah bingung hendak melangkah.

Mereka percaya bisa lolos lagi, karena selama ini memang tidak pernah benar-benar disentuh.
Mereka tetap tersenyum di forum publik, karena percaya hukum bisa dinegosiasi.
Dan inilah kenyataan yang menghina akal sehat kita semua—jika dibiarkan terus, ini akan menjadi budaya, bukan sekadar pelanggaran.

Tapi saya yakin, di Kejaksaan Negeri Boalemo, masih ada harga diri yang tak bisa dibeli.
Saya yakin, masih ada penyidik yang berbisik pada dirinya sendiri tiap malam: “Saya bukan hanya mengurus perkara. Saya menjaga makna keadilan.”

Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-014/A/JA/11/2012 bukan sekadar pedoman teknis. Ia adalah manifestasi idealisme—bahwa jaksa bukan sekadar profesi, tapi penjaga nilai bangsa.

Saya tidak menuduh. Saya hanya mengingatkan.
Bahwa jika proses ini terus tertunda, bukan hanya perkara yang terabaikan, tapi harapan rakyat yang akan padam.
Dan ketika rakyat tak lagi percaya pada hukum, maka rusaklah sendi-sendi republik.

Tuntaskanlah perkara ini dengan keberanian yang tak bisa dibeli oleh waktu, jabatan, atau tekanan.
Karena kebenaran tidak akan pernah bisa menunggu terus.
Dan keadilan yang diam terlalu lama—akan berubah menjadi keputusasaan.

Saya tidak membawa massa. Saya membawa keyakinan.
Saya tidak meneriakkan protes. Saya menyampaikan doa.
Doa agar di Boalemo, keadilan bisa bangkit—bukan karena tekanan publik, tapi karena panggilan jiwa yang jujur.

Dan bila suara ini sampai ke dalam ruang batin kalian, wahai para penyidik,
biarlah ia menjadi pengingat:
bahwa keberanian kalian hari ini,
adalah teladan moral yang akan dikenang anak cucu nanti.

Keadilan butuh nyali.
Dan nyali itu, saya percaya, masih hidup di Kejaksaan Negeri Boalemo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *